Shalawat dan Salam Untukmu Junjungan dan Tauladan Kami, Muhammad shalallahu ‘alahi wasallam (Sebuah Pelajaran dari Tafsir QS. Ali Imran: 31-32)
Saudaraku Seiman Rahimakumullah!. Pada buletin edisi kali ini kita akan mengangkat tafsir ringkas dari sebuah ayat Kitab Suci Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 31 dan 32, yaitu firman Allah ‘azza wa jalla:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (31) قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ (32)
“Katakanlah! Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (rasulullah), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir“.
Makna ayat secara umum adalah:
“Katakan (kepada manusia) wahai Rasul!, jika kalian mencintai Allah dengan benar, makai ikutilah aku (Rasulullah) dan berimanlah kepadaku secara lahir maupun batin sehingga Allah pasti akan mencintai kalian, dan mengampuni dosa-dosa kalian, karena sesungguhnya Dia Maha Pengampun kepada orang-orang yang beriman”.
Ayat ini merupakan bagian dari surat Ali Imran yang merupakan surat Madaniyyah yang turun ketika Nabi shalallahu ‘alahi wasallam berada di kota madinah. Pada asalnya ayat ini turun ditujukan kepada kaum Yahudi dan Nashrani, ketika itu para Yahudi mengklaim bahwa merekalah anak-anak dan pilihan kesayangan Allah ‘azza wa jalla. Dan kaum Nashrani mengatakan bahwa mereka memuliakan Nabi Isa ‘alaihis sallam dikarenakan cinta kepada Allah ‘azza wa jalla.
Dan juga kaum musyrikin Quraisy dimasa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, mereka juga beralasan bahwa perbuatan kesyirikan mereka dengan beribadah kepada patung dan selainnya dikarenakan cinta kepada Allah dan agar dekat kepadaNya.
Dan juga ditujukan kepada Abdullōh bin Ubay (pemimpin kaum munafiqin di masa Nabi) dan pengikutnya, yang juga beralasan dengan cinta kepada Allah ‘azza wa jalla atas perbuatan kufur mereka.
Walaupun ayat ini turun dengan sebab sebagaimana dijelaskan tersebut, akan tetapi pelajaran dan hukum yang terkandung di dalam ayat tersebut ditujukan untuk kita semua, kepada seluruh manusia di setiap generasi dan masa. Sebagaimana kaidah yang disebutkan dalam ilmu tafsir bahwa hukum yang diambil adalah dari keumuman ayat dan bukan hanya dari kekhususan sebab.
Karena itulah imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab tafsir beliau yang masyhur di tengah kaum muslimin, menafsirkan bahwa ayat yang mulia ini merupakan penentu dan tolak ukur bagi setiap orang yang mengaku cinta kepada Allah ‘azza wa jalla namun dirinya tidak berada di atas jalan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, maka pengakuannya itu dusta. Kecuali ia mengikuti syariat nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, agama yang beliau bawa, pada setiap ucapannya dan keadaanya.
Sebagaimana dalam hadits shahih dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam:
مَنْ عَمِلَ عَمَلا لَيْسَ عليه أمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ
“Barangsiapa yang beramal dengan sebuah amalan yang tidak kami perintahkan, maka ia tertolak“. (HR. Bukhari-Muslim)
Hanya dengan mengikuti perintah Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan mengamalkan ajaran beliau maka akan tercapai dan terwujud cinta kepada Allah ‘azza wa jalla.
Para ahli hikmah melantunkan kalimat yang indah:
“Keadaan yang diinginkan itu bukanlah bagaimana engkau mencintai, tetapi keadaan yang diinginkan adalah bagaimana agar engkau dicintai”.
Salah seorang ulama besar dan terkenal yaitu imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah pernah berkata:
“Ada sebagian kaum yang mengaku mencintai Allah, maka Allah pun menguji mereka dengan ayat ini:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ الله فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ الله
“Katakanlah, Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian“
Asy-Syaikh Al Mufassir Muhammad Amin Asy-Syinqithi rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan bahwa makna dari ayat ini sangat jelas bahwa mengikuti petunjuk Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam akan mendatangkan kecintaan Allah ‘azza wa jalla. Karena menaati dan mengikuti Rasulullah shalallahu ‘alihi wasallam merupakan ketaatan dan ketundukan kepada Allah ‘azza wa jalla. Dalam ayat lain Allah berfirman:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ الله وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah“. (QS. An Nisa: 80)
Dan juga dalam firman-Nya ‘azza wa jalla:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا الله إِنَّ الله شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumanNya“. (QS. Al-Hasyr: 7)
Sehingga dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran bahwasanya tanda benar dan jujurnya cinta kepada Allah ‘azza wa jalla adalah dengan mengikuti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, dan orang yang menyelisihi beliau walaupun mengaku cinta kepada beliau, ini merupakan kedustaan. Jika benar ia mencintai beliau maka pasti akan menaati beliau.
Sebagaimana dimaklumi oleh kita semua bahwa cinta itu mengharuskan ikut dan taat kepada yang dicintai, sebagaimana yang digambarkan oleh seorang penyair:
لو كان حبك صادقاً لأطعته
إن المحب لمن يحب مطيع
Jika cintamu jujur pasti engkau akan mengikutinya.
Sesungguhnya yang mencintai itu senantiasa mengikuti yang dicinta.
Dan Syaikh Abdurrohman As-Si’di rahimahullah dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa dalam ayat ini terdapat perintah untuk mencintai Allah ‘azza wa jalla, dan juga terdapat penjelasan tanda-tandanya, dan juga keterangan akan hasil dari hal itu, serta terdapat penjelasan akan manfaat dari hal tersebut. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ الله
“Katakanlah, Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah …”
Maksudnya adalah bahwa pengakuan kalian ini adalah pengakuan terhadap perkara yang mulia kedudukannya, perkara yang sangat agung dan tidak ada lagi yang lebih mulia darinya, maka tentunya tidak cukup hanya sebatas pengakuan dalam perkara ini, akan tetapi harus jujur dengan pembuktian tehadap pengakuan tersebut.
Tanda jujurnya pengakuan tersebut adalah dengan mengikuti Rasul-Nya dalam segala perkara, ucapan dan perbuatan, dalam urusan ushul (pokok) agama ataupun permasalahan cabangnya, secara lahir atau batin.
Maka barang siapa yang mengikuti Rasulullah, ia telah jujur dalam pengakuan cintanya kepada Allah, dan Allah akan mencintainya serta mengampuni dosanya, dan akan merahmatinya serta mengokoh-kannya dalam semua urusannya.
Dan barangsiapa yang tidak mengikuti beliau maka ia tidaklah dianggap mencintai Allah ‘azza wa jalla, karena cinta kepada Allah ‘azza wa jalla mengharuskan taat dan ikut kepada Rasul-Nya.
Sehingga ayat ini merupakan tolak ukur bagi seluruh insan, dengan mengukur sejauh mana mereka mengikuti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, SEJAUH ITULAH UKURAN KEIMANAN DAN KECINTAAN MEREKA KEPADA ALLAH.
Pada ayat selanjutnya dan di akhir ayat, Allah ‘azza wa jalla berfirman:
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَالله غَفُورٌ رَحِيمٌ
“… dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“
Maksudnya dengan kalian mengikuti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kalian akan mendapatkan keutamaan ini, yaitu ampunan dari Allah. Kemudian Allah ‘azza wa jalla menegaskan kembali dengan berfirman:
قُلْ أَطِيعُوا الله وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ الله لا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ …
“Katakanlah, Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya jika kamu berpaling…“
Maksudnya serukanlah wahai Muhammad, agar taatlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya, dan jika kalian menyelisihinya maka sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla tidaklah mencintai orang-orang yang kafir, artinya perbuatan menyelisihi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, tidak menaati beliau itu merupakan perbuatan yang menyebabkan kekufuran, dan Allah tidaklah mencintai setiap orang yang bersifat seperti itu. Walaupun dalam pengakuannya mencintai Allah atau ingin mendekatkan diri kepada Allah, tidaklah bermanfaat hingga kita benar-benar mengikuti Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam penutup para nabi, sehingga tidaklah bermanfaat sama sekali sekedar pengakuan cinta kepada beliau sebagai ummat beliau atau mewujudkan cinta dengan merayakan perayaan-perayaan tertentu untuk beliau.
Saudaraku seiman Rahimakumullah!. Bagaimana dengan kita…? Sejauh mana kita mempelajari ajaran Rasulullah…?
Apakah benar amalan yang kita amalkan selama ini ada keterangan yang menunjukkan bahwa itu adalah ajaran beliau…?
Indahnya sebuah pertanyaan yang diajukan kepada kita semua:
يا من تدعي محبته أين أنت من سنته؟
“Wahai Engkau Yang mengaku cinta padanya, dimanakah Engkau dengan Sunnah ajaran beliau?!“
Mari kita mengukur amalan kita kepada Allah ‘azza wa jalla, apakah sudah sesuai dengan yang ditauladankan Nabi kita Muhammad? Shalat kita, Puasa kita, Haji, Umrah kita, dan seterusnya dari amal ibadah kita apakah sudah sesuai dengan sunnah beliau?
Tentunya kita berharap semua amalan yang kita amalkan ini betul-betul ajaran beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam sehingga dengannya mudah-mudahan benar cinta kita kepada Allah dan semoga Allah senantiasa mencintai kita semua.
Semoga shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada beliau, shallallahu ‘alaih wa sallam.
Wallahu ’alam.
(Rujukan: Tafsir Ath-Thabari, Tafsir Al-Baghawi, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Muyassar, Tafsir Taisirul karim Ar-Rahman, Tafsir Adhwa’ul Bayan).
Penulis: Hudzaifah Bin Muhammad.